Jagad, ini adalah bagian terakhir dari tulisanku tentang kamu. Kamu sudah lihat bukan bagaimana akar rasa takut menjalar ke seluruh tubuhhku? Aku ini lebih dari sekedar penakut dan pada kenyataannya aku hanya seorang pecundang.
Bukan karena aku yang takut melukai kamu tetapi karena aku lebih takut bahwa kamu yang akan melukaiku, Jagad.
Bukan karena aku yang takut meninggalkan kamu tetapi karena aku lebih takut bahwa kamu yang akan meninggalkanku, Jagad.
Bukan karena aku yang takut menggenggam kamu tetapi karena aku lebih takut bahwa kamu akan melepas genggamanku, Jagad.
Bukan karena aku yang takut berbahagia tetapi karena bahagia rasanya tidak akan mau datang kepadaku, Jagad.
Jagad, sekali lagi akan aku akui bahwa aku hanya seorang pecundang.
Kemungkinan-kemungkinan itu sejatinya tidak pernah ada. Aku hanya menciptakannya tiap kali kesepian melanda. Aku hanya menyusun potongan-potongan kejadian yang sebenarnya hanya sebuah kebetulan namun aku agung-agungkan.
Semua yang kamu berikan kepadaku adalah selayaknya manusia berlaku, bukan? Aku mengartikannya sebagai sesuatu yang istimewa yang padahal kenyataannya istimewa itu tidak pernah sampai ke dalam hidupku atau tidak mau datang ke dalam hidupku seperti bahagia.
Tidak usah merasa kasihan, Jagad. Aku ini hanya seorang pecundang.
Kamu sudah menemui sosok yang sepantasnya denganmu.
Sosok itu mau melukis warna bersama-sama, bukan sekedar meminta kamu melukiskannya ke dalam hidupnya seperti bagaimana aku.
Sosok itu mau membuat bahagia bersama-sama, bukan sekedar meminta kamu untuk membawa bahagia ke hadapannya seperti bagaimana aku.
Sosok itu mau mengelilingi semesta bersama-sama denganmu, bukan sekedar berimajinasi seperti bagaimana aku.
Jagad, kemungkinan itu tidak pernah ada.
Semuanya hanya imaji-imaji di dalam kepalaku.
Berjalanlah.
Bawa dirimu ke segala tempat-tempat yang nyata di semesta ini, bukan sekedar imajinasi seperti bagaimana aku membawamu.
Aku hanya seorang pecundang.
Dan kamu adalah bagian terakhir dari tulisan ini.